PASER, KATA NALAR – Ratusan mahasiswa mengggelar aksi demonstrasi tolak revisi Undang-Undang (UU) Pilkada di Gedung DPRD Paser, Jl. Gajah Mada Tanah Grogot, Jum’at, 23 Agustus 2024.
Aksi tersebut diikuti mahasiswa dari unsur BEM, HMI, IMM dan GMNI. Massa aksi bergerak dari titik kumpul Kampus Widya Praja jalan Sudirman kemudian long march menuju jalan Gajah Mada DPRD Paser.
Koordinator aksi dalam orasinya menyampaikan bahwa gerakan ini merupakan bentuk mengawal hasil keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait putusan UU Pilkada.
Aidil mengatakan, demonstrasi mahasiswa di DPRD Paser untuk menyampaikan beberapa aspirasi yaitu meminta para anggota dewan Paser mendukung apa yang sudah menjadi putusan MK.
“Kita meminta agar apa yang menjadi putusan MK tidak di anulir oleh DPR RI, dan meminta anggota dewan yang ada di Paser agar mendukung apa yang menjadi aspirasi mahasiswa hari ini,” kata Aidil saat orasi.
Ditambahkan, Ibnu Rusyd M. Iqbal dari Bem STIT menyesalkan sikap pemerintah yang haus kekuasan sehingga berencana mengubah putusan MK.
“Kami sangat tidak mendukung pemerintah yang tidak benar ditambah lagi menggunakan kekuasaannya untuk membodohi masyarakat,” katanya.
Setibanya di DPRD, para pendemo tampak disambut oleh ratusan aparat kepolisian dengan penjagaan ketat dan. Dua anggota DPRD Paser yaitu Hendrawan Putra ST dan Acong Aspiyek didepan halaman DPRD Paser juga tampak menyambut mahasiswa.
Hendrawan Putra mengapresiasi demonstrasi yang dilakukan oleh mahasiswa Paser. Menurutnya, apa yang dilakukan mahasiswa juga pernah dijalaninya saat menjadi mahasiswa dulu.
“Apa yang disampaikan oleh adik adik mahasiswa terkait putusan MK itu bersifat final dan mengikat dan apa yang dilakukan oleh anggota DPR RI disana yang sebenarnya 2023 sudah masuk dalam draf prolegnas (program legislasi Nasional) hanya saja ketika MK mengeluarkan putusan nomor 60 dan 70 maka keputusan itu dilanjutkan ke pembicaraan tingkat ke 2 yang ada di DPR RI,” kata Hendrawan Putra di dihadapan pendemo.
Ia menjelaskan, akhirnya pembicaraan pada tingkat 2 di DPR RI diputuskan untuk tidak mengambil keputusan tentang perubahan UU Nomor 10 tahun 2016 tentang pilkada.
“Jadi adik adik yang tadi sampaikan itu adalah UU Nomor 10 tahun 2016 tentang pilkada terutama yang disinggung adalah pasal 40 tentang ambang batas pencalonan kepala daerah dan ini yang menjadi polemik,” ujarnya.
Selain itu, pada putusan MK nomor 70 yang disinggung oleh mahasiswa mengenai tentang batas umur, menurutnya keputusan itu juga sudah final.
“Jadi apa yang menjadi tuntutan adik adik terkait putusan MK mengenai pilkada menurut saya suda klir karena sampai saat ini tetap akan mengikuti putusan MK,” pungkasnya. (*)