TARAKAN, KATA NALAR – Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan mendiskualifikasi Erick Hendrawan dan memerintahkan KPU melaksanakan pemungutan suara ulang (PSU) menuai beragam pro kontra.
Jauh sebelum gugatan di Mahkamah Konstitusi, putusan Bawaslu Tarakan telah menyatakan Erick Hendrawan tidak memenuhi syarat sebagai daftar calon tetap. Hasil koreksi Bawaslu RI pun tetap menguatkan putusan Bawaslu Tarakan dan meminta KPU Tarakan menjalankan putusan itu sesuai peraturan perundang-undangan. Gugatan itu dilayangkan oleh pelapor Ardiansyah.
Hasbullah selaku kuasa hukum Ardiansyah turut mengapresiasi putusan MK yang mendiskualifikasi Erick Hendrawan.
Kendati begitu, ia juga menyayangkan MK menghendaki adanya pemungutan suara ulang.
“Memang kalau putusan MK itu sampai PSU kita kaget juga sih sebenarnya. Tapi kalau dari kami Penasehat Hukum (PH) Ardiansyah selaku masyarakat yang melapor (Erick ke Bawaslu) ingin pemilu ini bersih begitu kan,” ujar Hasbullah saat dimintai keterangan baru-baru ini.
Soal putusan pemungutan suara ulang, Hasbullah mengajak untuk berprasangka baik. Menurutnya, MK mencoba berusaha adil memutuskan perkara ini. Sebab, kata dia, hak konstitusional para pemilih Erick juga mesti dijaga dan tidak bisa digugurkan begitu saja.
“MK melihat inilah keadilannya. Bagi kami tanpa maksud menghilangkan hak 8 caleg lainnya. Bagi kami kalau Erick ini dibiarkan lolos kemudian dilantik akan jadi preseden buruk orang akan melakukan hal yang sama, terjadi manipulasi. Masa juga lembaga negara mau dibodohi dengan memberikan informasi tidak benar,” katanya.
Kendati begitu, pihaknya tetap mengaku heran atas putusan PSU itu. Menurutnya, apabila putusan MK itu hanya mendiskualifikasi Erick dan perolehan suara Erick tetap dianggap sah kemudian menjadi suara partai maka tidak akan timbul kegaduhan seperti saat ini.
Hasbullah bahkan membeberkan, pihaknya juga sempat mendesak KPU Tarakan segera membatalkan pencalonan Erick usai putusan sidang adjudikasi Bawaslu Tarakan menyatakan Erick tidak memenuhi syarat sebagai daftar calon tetap.
“Kami juga mendesak KPU untuk mengekskusi putusan itu supaya tidak terjadi seperti ini kan. Cuma memang KPU berdalih pada saat putusan itu dibacakan, belum 3 hari PPP sudah mengajukan permohonan ke MK dan KPU berdalih menunggu putusan MK. Memang kalau ada masih berperkara belum bisa diambil keputusan,” bebernya.
Namun, ia enggan berspekulasi lebih jauh. Lagi-lagi pihaknya menghormati upaya hukum yang ditempuh PPP selaku penggugat di Mahkamah Konstitusi. Diakuinya, PPP merupakan pihak yang berhak dan memiliki legal standing mengajukan gugatan tersebut.
“Saya heran juga sih kenapa MK bisa memutuskan PSU diluar dari permohonan pemohon. Kalau seandainya kembali suara (Erick) itu ke Golkar misalnya, pasti gak akan menimbulkan kerancuan seperti ini. Tapi saya gak mau bilang itu juga lucu karena prosedural PPP itu kan mengajukan permohonan itu benar-benar aja gak ada yang melanggar konstitusi. Mereka punya hak dan legal standingnya ada,” pungkasnya. (*)