JAKARTA, KATA NALAR – Direktur Jenderal Pemasyarakatan (Dirjenpas) Kemenkumham Reynhard Saut Poltak Silitonga mengatakan pihaknya menggandeng Bareskrim Polri untuk mengusut dugaan keterlibatan oknum lapas, termasuk dalam kasus Hendra Sabarudin alias Hendra 32.
Pengungkapan kasus pengendalian peredaran narkoba oleh terpidana Hendra 32 dari sel Lapas Tarakan Kelas II A, Kalimantan Utara, membuktikan masih ada narapidana nakal di dalam penjara.
“Tentu dari sekian ratus ribu orang ini masih ada 1-2 orang yang masih nakal, itu adalah bagian dari kita bersama untuk terus mencari,” kata Reynhard dalam konferensi pers di Lapangan Bhayangkara, Jakarta Selatan, Rabu 18 September 2024.
Ia mengatakan bahwa Ditjenpas memiliki sebanyak 300 ribu warga binaan di dalam lapas, dari jumlah tersebut 145 ribu orang di antaranya adalah narapidana tindak pidana narkoba.
“Nah, tindak pidana narkoba yang di dalam ini, tentu menjadi bagian dari investigasi bersama-sama dengan Bareskrim,” kata Reynhard.
Pihaknya pun mengaku selalu memantau pergerakan 145 ribu warga binaan narkoba, sebagai komitmen Ditjenpas. Sementara itu, ia menyebut bahwa berdasarkan investigasi, dicurigai bahwa warga binaan Hendra mengendalikan peredaran narkoba dari dalam sel.
“Sehingga, kami melaporkan ke Bareskrim dalam hal ini Dirtipidnarkoba untuk melakukan penyidikan lebih lanjut. Dan sesuai dengan informasi kami, kami yang memberikan informasi, dan benar masih ada yang bermain, seperti itu,” katanya.
Ia pun memperingatkan agar warga binaan lain jangan coba bermain-main dengan narkoba. Begitu pula masyarakat di luar, agar tidak mempengaruhi narapidana.
“Termasuk pegawai yang juga bermain. Ini temasuk bersih-bersih yang juga bagian dari kerja sama yang dilakukan bersama-sama dengan teman-teman (Polri). Jadi sinergi sangat baik, mari kita berantas narkoba di manapun berada,” ujarnya.
Diketahui, Dittipidnarkoba Bareskrim Polri mengungkap terkait dengan jaringan bandar narkoba internasional Malaysia-Indonesia Hendra Sabarudin masih mengendalikan peredaran narkoba di lapas.
Kabareskrim Polri Komjen Wahyu Widada mengatakan bahwa Hendra dibantu oleh pelaku berinisial F memasukkan sabu dari Malaysia ke Indonesia, saat ini pelaku masih diburu.
Wahyu mengungkap bahwa dalam kasus tersebut, transaksi atau perputaran uangan mencapai Rp2,1 triliun sejak 2017-2024.
Uang tersebut kemudian digunakan untuk membeli aset bergerak dan tidak bergerak dengan nominal mencapai Rp221 miliar.
Polisi telah menetapkan delapan tersangka lainnya yang diduga telah menampung dan membantu Hendra dalam menyamarkan uang hasil penjualan barang haram tersebut. Di antaranya diduga merupakan oknum Badan Narkotika Nasional (BNN) dan petugas Lapas Tarakan.
Mereka adalah T, MA dan S yang membantu mengelola aset hasil kejahatan, CA, AA dan NMY membantu pencucian uang, serta RO dan AY membantu pencucian uang dan upaya hukum.
Atas perbuatannya itu, mereka dijerat Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6, Jo Pasal 10 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tidak Pidana Pencucian Uang. Dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara dan denda maksimal Rp20 miliar. (*)