TARAKAN, KATA NALAR – Jelang penanganan perkara perselisihan hasil pemilihan kepala daerah (PHP Kada) 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK), Pakar Hukum Tata Negara Universitas Borneo Tarakan, Prof Yahya Ahmad Zein mengingatkan sejumlah hal kepada para pemohon yang mengajukan gugatan.
Perlu diketahui, pasca Pilkada 2024 terdapat 3 wilayah yang mengajukan gugatan di Mahkamah Konstitusi. 3 wilayah itu, di antaranya, Tana Tidung, Nunukan dan Tarakan.
Menurut, Yahya, perkara di MK merupakan proses sangat konstitusional yang dilakukan jika ada para pihak yang tidak puas terkait hasil Pilkada yang dilaksanakan pada 27 November 2024 kemarin.
“Di Kaltara ada 3 yang masuk ya, itu kita lihat saja nanti prosesnya di Mahkamah Konstitusi. Disana nanti akan diuji apakah keberatan para pemohon yang diajukan itu berdasarkan (bukti) secara konstitusional,” ujarnya.
Dekan Fakultas Hukum UBT itu mengatakan, dalam setiap mekanisme gugatan di Mahkamah Konstitusi ada beberapa hal yang harus di perhatikan. Pertama, soal kewenangan Mahkamah Konstitusi.
“Ini penting dipastikan bahwa gugatan yang diajukan itu ada dalam kewenangan MK. Jadi kalau MK tidak berwenang tentu tidak bisa, saya kira para pemohon sudah memahami hal ini,” katanya.
Kedua, terkait legal standing para pemohon. Dalam hal ini, ia khusus menyoroti soal Pilkada Tarakan yang hanya diikuti oleh pasangan calon tunggal. Dia menegaskan bahwa yang berhak mengajukan gugatan di Pilkada paslon tunggal berarti hanya lembaga pemantau yang terdaftar di KPU.
“Saya kira ada hal yang penting juga pemohon nya harus berhak. Jadi ini juga pihak yang mengajukan harus punya legal standing. Itulah bahasa terpentingnya. Ya kalau dia misalnya dalam konteks Tarakan, kan yang mewakili kotak kosong itu harus punya legal standing. Artinya dia pemantau yang terdaftar. Itu saya kira yang penting juga,” papar pria yang menjadi Calon Rektor UBT 2024-2028 ini.
Ketiga, terkait objek gugatan. Kata dia, objek gugatan yang diajukan oleh pemohon harus jelas. Salah satunya, jika terkait adanya dugaan kecurangan, maka para pemohon harus bisa membuktikan hal itu hingga secara teknis.
“Kita kan juga gak tahu ni, saya juga belum membaca secara substansi apa gugatannya, apa objeknya tapi yang paling pokok di MK ya itu gugatan dalam konteks perselisihan hasil di Pilkada ini salah satunya kalau ada kecurangan. Ada beberapa hal yang secara teknis itu harus bisa dibuktikan,” lanjutnya.
Ia juga menekankan terkait dasar hukum dan argumentasi yang diajukan pemohon. Kata Yahya, antara dasar hukum dan argumentasi harus lah selaras dan relevan dengan bukti-bukti yang dihadirkan.
“Kadang-kadang kan begini, diajukan itu (gugatan). (Pemohon mengatakan) ini buktinya ada kesalahan dalam C1 tapi itu gak relevan dengan objek gugatannya jadi itu akan menjadi problem,” katanya.
Kemudian, di MK juga ada format dan prosedur. Yahya mengatakan, format dan prosedur itu juga harus bisa disesuaikan artinya semua dokumen yang dipersyaratkan harus lengkap. Terlebih, kemarin beberapa hari lalu ada waktu bagi pemohon untuk perbaikan.
Tak hanya itu, Yahya mengingatkan bahwa, sekarang Mahkamah Konstitusi tidak hanya menguji terkait hasil Pilkada, tapi juga cukup mempertimbangkan terkait sengketa proses. Namun, sengketa proses itu, kata dia, akan dipertimbangkan oleh hakim konstitusi apabila terdapat kondisi tertentu berkaitan sesuatu yang mempengaruhi hasil Pilkada.
“Karena dari beberapa putusan. Misalnya, pengalaman di Pileg yang dibawa kemarin. Sengketa proses juga dilihat karena mempengaruhi hasil. Tapi tidak semua sengketa proses itu di ini (kabulkan hakim konstitusi). Kira kira kalau itu memang (berkaitan) mempengaruhi itu (hasil) bisa saja kemudian di perhatikan oleh MK,” tandasnya. (*)