TARAKAN, KATA NALAR – Merespon polemik ditolaknya pasien kemoterapi, DPRD Provinsi Kaltara bersama Dinkes, RSUD dr.H.Jusuf SK dan BPJS Kesehatan menggelar rapat di Ruang Rapat Tarakan Plaza, Senin, 12 Agustus 2024.
Pada rapat itu, DPRD meminta Pemprov Kaltara mensubsidi biaya transportasi dan akomodasi pengobatan pasien kemoterapi ketika harus di rujuk ke luar daerah.
“Mudah-mudahan pemerintah setuju terhadap itu. Ini solusi jangka pendek karena pasiennya kurang lebih 80 orang,” ujar Wakil Ketua Komisi 4 DPRD Provinsi Kaltara Yancong.
Anggota DPRD Fraksi Gerindra itu menjelaskan, biaya untuk satu kali kemoterapi diperkirakan sebesar Rp 5-20 juta dan tergantung tingkatan penyakitnya. Lewat subsidi ini, diharapkan dapat meringankan pembiayaan pengobatan.
DPRD Kaltara juga mendorong Pemprov untuk membuka beasiswa dokter ontologi. Mengingat, jumlah dokter tersebut masih kurang secara nasional, sehingga daerah perlu memberi perhatian lebih. Setelah lulus, mereka diharapkan dapat mengabdi di Kaltara .
Sementara itu, Plt Direktur RSUD dr.H Jusuf SK, Dokter Budi Aziz B menganggap bantuan subsidi ini dapat menjadi solusi sembari pihaknya mencari dokter ontologi.
Kata dia, pihaknya terus berupaya mencari solusi untuk melayani pasien kemoterapi. Pihaknya dalam waktu dekat juga akan mengunjungi Balikpapan, Samarinda, dan Universitas Gadjah Mada guna mencari dokter ontologi.
dr Budi menegaskan pihak RSUD tidak menutup layanan kemoterapi, hanya saja layanannya tidak terakomodir BPJS sehingga harus membayar secara mandiri.
Pasien kemoterapi itu nantinya, kata dia, akan diprioritaskan untuk dirujuk di wilayah terdekat seperti Balikpapan dan Samarinda. Akomodasi itu terkait dengan ongkos pulang pergi pasien serta biaya penginapan saat dirujuk keluar daerah.
Diakui, pihaknya merasa dilema lantaran jika dirujuk di wilayah terdekat seperti Samarinda dan Balikpapan, pasien belum tentu langsung dilayani sebab banyaknya antrean pasien.
Karena itu, pihaknya bersama DPRD Provinsi, akan bertemu lagi untuk mengkaji hal ini lebih lanjut minggu depan.
“Ada batasannya, tadi saya bicara sedikit dengan kepala dinas mungkin rujukannya tidak bis jauh ke Makassar, Surabaya atau Jakarta karena biaya akomodasi yang besar,” pungkasnya. (*)