TARAKAN, KATA NALAR – Anggota Komisi II DPR RI, Deddy Sitorus menggelar sosialisasi dan pendidikan pemilih tahap kedua dalam rangka persiapan dan pasca pemilihan 2024 di Hotel Duta, Kota Tarakan, Selasa, 10 Desember 2024.
Acara yang bekerjasama dengan KPU RI ini diikuti oleh ratusan peserta dan menghadirkan narasumber dari KPU Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara) serta Dinas Kebangsaan dan Politik (Kesbangpol) Tarakan.
Dalam sambutannya, Deddy Sitorus menyampaikan bahwa Komisi II DPR RI memiliki tanggung jawab besar untuk memastikan bahwa Pemilu 2024 berjalan sesuai dengan prinsip demokrasi, dengan fokus pada efektivitas penyelenggaraan, partisipasi masyarakat, dan transparansi hasil pemilihan.
Dalam kesempatan itu, Deddy Sitorus menegaskan bahwa sosialisasi seperti ini bertujuan agar masyarakat memiliki kesadaran politik, utamanya tentang bahaya politik uang dalam proses pemilihan.
Anggota DPR RI Dapil Kaltara ini menyebut pemimpin yang dipilih bukan karena kecerdasan atau pengalaman, tetapi karena uang, tidak akan memperhatikan kepentingan rakyat.
Menurutnya, pemilih semacam ini hanya akan fokus untuk mengembalikan uang yang digunakan untuk membeli suara, bukannya menyelesaikan persoalan masyarakat.
“Jika kita memilih pemimpin dengan cara yang salah, kita akan kehilangan hak kita untuk mengelola persoalan-persoalan rakyat, seperti jalan rusak, pendidikan, atau bantuan sosial,” ujar Deddy.
Ia mengingatkan pemimpin yang menggunakan uang untuk mendapatkan suara, akan memprioritaskan cara untuk mencari kembali modalnya. Sehingga tentu merugikan masyarakat.
Politisi PDIP ini juga mencontohkan beberapa masalah yang mungkin dihadapi masyarakat, seperti kesulitan mendapatkan jaringan gas rumah tangga atau bantuan Kartu Indonesia Pintar (KIP).
Jika masyarakat telah memilih pemimpin dengan cara politik uang, mereka tidak akan bisa menuntut pertanggungjawaban, karena hubungan antara pemilih dan yang dipilih sudah terputus.
“Masyarakat hanya akan bertemu pemimpin mereka lima tahun sekali, dan itu tidak adil,” tegas Deddy.
Deddy juga mengungkapkan bahwa biaya yang diperlukan untuk mencalonkan diri sebagai kepala daerah, seperti Gubernur, Walikota, atau Bupati, sangat besar, mencapai Rp 25 hingga 30 miliar. Padahal, gaji seorang Walikota hanya sekitar Rp 5 juta.
“Jika seorang pemimpin harus mengeluarkan modal sebesar itu, maka tidak jarang mereka terjerumus dalam tindak korupsi untuk mengembalikan modal,” ujarnya.
Deddy Sitorus mengajak masyarakat untuk memilih pemimpin yang tidak hanya memberi uang, tetapi yang memiliki hati untuk melayani rakyat. Ia menekankan bahwa pendidikan dan pengalaman harus menjadi faktor utama dalam memilih pemimpin, bukan kekayaan atau politik uang.
“Anak-anak dari keluarga biasa juga bisa menjadi pemimpin, asal mereka memiliki pendidikan dan pengalaman yang cukup,” tegasnya.
Pesan Deddy yang sangat penting adalah untuk menanamkan kesadaran pada masyarakat bahwa mereka harus berani menolak politik uang dan memilih pemimpin yang benar-benar peduli dengan rakyat dan daerahnya.
“Jika ada yang menawarkan politik uang, tolaklah. Karena harga diri kita lebih berharga daripada uang yang ditawarkan,” katanya.
Melalui kegiatan sosialisasi dan pendidikan pemilih ini, Deddy Sitorus berharap masyarakat semakin sadar akan pentingnya memilih pemimpin yang memiliki integritas dan komitmen untuk memajukan daerah, bukan karena alasan materi atau politik uang. Ia menekankan bahwa pemimpin yang terpilih harus fokus pada pengangguran, UMKM, pendidikan, dan bantuan bagi masyarakat yang membutuhkan.
“Pemimpin yang baik akan memastikan bahwa pengangguran diurus, UMKM mendapat dukungan, dan pendidikan anak-anak kita terjamin. Itulah pentingnya memilih pemimpin yang benar-benar peduli, bukan yang memilih jalan pintas melalui politik uang,” tutupnya.
Melalui sosialisasi ini, Deddy berharap masyarakat dapat membuat pilihan yang bijak dan berani menolak segala bentuk politik uang untuk memastikan masa depan yang lebih baik bagi daerah dan negara. (*)