TARAKAN, KATA NALAR – Badan Restorasi Gambut dan Mangrove Republik Indonesia (BRGM RI) mengklaim telah berhasil melakukan rehabilitasi mangrove seluas 6.543 hektare lahan di Kalimantan Utara pada tahun 2024.
Lahan yang telah direhabilitasi sebagian besar merupakan wilayah pertambakan baik masih aktif maupun tidak. Tujuan rehabilitasi ini guna memulihkan ekosistem perikanan kelautan. Dampaknya, dapat memitigasi perubahan iklim, juga meningkatkan hasil tangkapan perikanan.
Provincial Project Implementation Unit, Manager M4CR BRGM Kaltara, Akhmad Ashar Sarif mengatakan, tahun 2024 ini pihaknya sudah hampir menyelesaikan target.
Ashar Sarif mengakui pelaksanaan rehabilitasi ini terdapat sejumlah kendala. Salah satunya pemilik tambak kebanyakan sulit ditemui lantaran bukan orang setempat dan berdomisili di Tarakan atau di Sulawesi.
Kadang kala juga pemilik tambak enggan diajak menanam bibit mangrove. Hal itu lantaran masyarakat masih beranggapan bahwa tambak yang bagus adalah tambak yang terbuka.
“Padahal kenyataanya, berdasarkan riset, baik dari universitas yang ada di luar Kaltara maupun UBT, menunjukkan bahwa, tambak yang ada tanaman mangrovenya, lebih bertahan lama daripada tambak yang terbuka,” ungkap Akhmad Ashar Sarif saat diwawancarai awak media Mingu, 22 Desember 2024, di Hotel Tarakan Plaza.
Lanjut Ashar Sarif, keberadaan mangrove bermanfaat buat mitigasi perubahan iklim karena bisa menyerap karbondioksida. Sementara keberadaan mangrove untuk masyarakat bisa mencegah penyakit terhadap spesies ikan dan udang. Sebab, pohon mangrove memiliki antioksidan, yang bisa mematikan penyakit.
“Selain itu, adanya pohon mangrove kualitas PH air lebih stabil dan baik untuk udang dan ikan di tambak. Kalau di luar tambak, mengrove menjadi ekosistem, sehingga perkembang biakan ikan dan udang liar juga bagus. Ketika nelayan melakukan usaha ikan tangkap, hasilnya bagus, ketika mangrovenya juga bagus,” bebernya.
Kendati begitu, BRGM hanya melakukan penanaman di lahan yang dikelola oleh masyarakat tidak perusahaan. Lahan itu juga belum digarap oleh instansi lain, baik pemerintah maupun organisasi lingkungan.
“Intinya kita tidak masuk ke wilayah garapan perusahaan, lebih kepada masyarakat. Kalau pesisir, selama itu cocok akan kita tanami. Kita bisa lakukan intervensi, tetapi kembali lagi, kita berbicara di forum apakah lokasi yang akan ditanami sudah diintervensi dinas lain, NGO, atau perusahaan. Dengan harapan tidak tumpang tindih kegiatan,” ujarnya.
Akhmad mengaku kemungkinan besar masih berjalan program rehabilitasi ini akan berlanjut ditahun 2025. Namun semua itu tergantung kebijakan presiden lagi.
“Kalau misalnya nanti presiden mengatakan tidak dilanjutkan, maka kita akan takeover ke Kementerian Kehutanan atau Lingkungan Hidup, supaya ini tetap berkelanjutan. Tetapi sejauh ini, infonya dilanjut, tetapi belum ada keputusan lebih lanjut,” paparnya.
Berdasarkan hasil evaluasi, tanaman mangrove yang ditanam sesuai rencana telah membuahkan hasil. Dalam melakukan penanaman dan perawatan, BRGM bekerja sama dengan kelompok masyarakat. (*)
Some truly prize articles on this site, saved to bookmarks.